Gempa bumi terjadi di Yogyakarta pada 27 Mei 2006, guncangan dengan kekuatan 5,9 skala Richter menggoyangkan Yogyakarta dan sekitarnya.
Guncangan besar dan durasi yang cukup lama, yakni 57 detik menyebabkan ribuan orang meninggal dunia dan ratusan ribu rumah hancur.
Berdasarkan dari data BPBD Bantul, ada 4.143 jumlah korban yang meninggal dunia di wilayah bantal dan 71.763 rumah rusak.
Sementara itu, di wilayah Klaten tercatat 5.782 orang meninggal dunia, 26.299 korban luka ringan dan berat, serta 390.077 rumah rusak.
Kepala BPBD mengatakan, bukan gempa bumi yang membunuh manusia, melainkan robohnya bangunan.
Pada dasarnya, Korban meninggal di karenakan terimpa bangunan yang roboh. Sementara itu korban luka terjadi karena kepanikkan.
Isu Gempa Akan Di Sususl Dengan Tsunami
Kepanikan masyarakat semakin bertambah di karenakan ada isu yang mengatakan bahwa gampa akan di susul dengan tsunami.
Sontak, masyarakat berbondong-bondong untuk menyelamatkan diri sampai-sampai lalu lintas jalan raya menjadi kacau dan banyak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan banyak yang terluka.
Berdasarkan pantauan dari Satasiun Geofisika Badan Meterologi dan Geofisika Yogyakarta, gempa tektonik berkekuatan 5,9 skala Ritcher ini terjadi di lepas pantai Samudara Hindia.
Posisi episentrum pada koordinat 8,26 Lintang Selatan dan 110.33 Bujur Timur, ataupun pada jarak 38 km Selatan Yogyakarta pada kedalaman 33 km.
Adapun Penyeban gempa, tumbukan antara lempeng Indo-Austraila dan Lempeng Eurasia, dengan jarak 150km-180km ke Selatan dari garis pantai Pulau Jawa.
Pengamat Geofisika di stasiun Geofisika Yogyakarta Tony Agus Wijaya mengatakan, gempa utama terus di ikuti dengan sususlan berkekuatan kecil.
Akan Tetapi, kekuatan yang menghantam Yogyakarta dan wilayah Jawa Tengah tidak mengakibatkan gelombang tsunami.
Lumpuhnya Ekonomi Akibat Gempa
Seakan tak berujung, setelah getaran berhenti, masyarakat harus menghadapi sulitnya kondisi ekonomi yang lumpuh total.
Kelumpuhan terjadi di karenakan padamnya listrik, penutupan Bandara Adisutjipto, kerusakan stasiun kereta api, macetnya sekitar 40 base transceiver stasiun telkomsel, dan ambruknya sejumlah pasar rakyat.
Pasar-pasar yang menjadi urat nadi bagi perekonomian rakyat Yogyakarata juga sebagain tidak bisa beroprasi .
Bahkan, Pasar Piyungan nyaris rata dengan tanah, serta hampir semua bangunan pasar bantul roboh.
Tidak hanya itu, pusat pertokoan di kawasan Malioboro, minimarket serta warung-warung makan pun tutup.